Badai Matahari yang terjadi di tahun 1859 mengacaukan pesan telegram dan jaringan listrik.
Badai Matahari yang terjadi di tahun 1859 mengacaukan pesan telegram
dan jaringan listrik. Letusan dengan magnitudo yang sama jika kembali
terjadi akan membawa dampak yang jauh lebih serius. (space.com)
VIVAnews - Pada September 1859, Matahari
melontarkan salah satu badai yang paling dahsyat yang pernah tercatat
dalam sejarah. Letusan Matahari tersebut menyebabkan gangguan arus
listrik dan kantor surat kawat (telegram), serta memicu fenomena langit
dramatis di Kuba dan Hawaii.
“Sebuah badai serupa kemungkinan akan kembali terjadi,” kata Lika
Guhathakurta, ilmuwan dari kantor pusat NASA, seperti dikutip dari
Space, 23 Juli 2011.
Padahal, masyarakat modern saat ini sangat bergantung pada sistem
berteknologi seperti jaringan listrik, komunikasi berbasis satelit, dan
GPS. Semuanya sangat ringkih terhadap badai Matahari.
Saat badai terjadi pada tahun 1859 lalu, Matahari tengah berada di
siklus bawah (aktivitas Matahari bergerak naik dan turun dalam periode
sekitar 11 tahun). Dan siklus bawah juga bisa berfungsi sebagai
pengingat bahwa badai kuat bisa terjadi. Sebagai informasi, di tahun
2011 ini Matahari juga sedang berada di siklus rendah.
Menurut peneliti, badai yang terjadi tahun 1859 mengacaukan pesan
telegram dan membingungkan para astronom di kawasan tropik. Namun,
letusan dengan magnitudo yang sama jika kembali terjadi akan membawa
dampak yang jauh lebih serius.
Mati lampu yang menyebar di seluruh dunia bisa terjadi selama
berbulan-bulan. Para teknisi akan kewalahan mengganti transformer
listrik yang rusak, misalnya. Pesawat dan kapal laut tidak bisa
memanfaatkan GPS untuk navigasi. Jaringan perbankan akan terputus. Ini
akan mengganggu sistem perdagangan dunia.
Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 lalu oleh National
Academy of Sciences, sebuah badai Matahari raksasa akan menghadirkan
dampak ekonomi yang lebih merusak dibanding 20 badai Katrina. Sebagai
gambaran, Katrina menimbulkan kerugian ekonomi hingga US$80 miliar atau
sekitar Rp690 triliun.
Lalu, apa yang bisa kita perbuat? Sebagai awalan, peneliti kini tengah
berusaha untuk memprediksi dan melacak badai Matahari secara lebih
akurat. Tujuannya adalah agar saat badai tersebut terjadi, Bumi telah
lebih siap.
“Kita kini bisa melacak perkembangan badai Matahari dalam tiga dimensi
seperti layaknya melacak badai yang terjadi di Bumi,” kata Michael
Hesse, Chief of the Space Weather Lab, NASA.
“Ini membuat kita punya semacam alarm peringatan untuk melindungi
jaringan listrik dan perangkat teknologi tinggi lainnya saat aktivitas
matahari tengah berada dalam periode ekstrim,” ucapnya.
Sebagai contoh, kata Hesse, menonaktifkan transformer tertentu di
instalasi pembangkit listrik selama beberapa jam dapat mencegah mati
lampu regional selama beberapa minggu.
Yang Ngeklik Dapet Pahala Amin.
Jumat, 24 Juni 2011
Alweb
Halo,Selamat datang di Blog sederhana yang menyimpan berbagai informasi yang semoga bermanfaat bagi anda yang membaca.
Klik disini jika anda ingin berlangganan info Alweb
- Pengetahuan/Sains
0 comments:
Posting Komentar